AGAIN?!

Biasanya sih setiap awal tahun.
Biasanya sih pindah ke tetangga.
Biasanya sih ...
ah ga ada biasa-biasa lagi.
Saatnya mencoba anti-mainstream. Jadi yang biasanya ganti blog setahun sekali untuk menyamarkan sekarang ganti karena ada tujuan khusus.

Bosan cari masalah. Takut ada yang menggugat. Jadi mari kita migrasi ke halaman baru.

"Kalau denger ceritanya mas arman, keknya hidupku kerasa biasa aja. Flat gitu" say someone dulu. Oke mari kita buktikan. Apakah benar hidupku lebih berwarna darimu jak. Everybody have their own story. Jadi silahkan bandingkan di blog baru. Ditulis untuk dibaca semua orang.

Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Daripada terus-terusan uring-uringan karena sepertinya tidak ada pengaruh positif apa-apa yang ku hasilkan selama kuliah ini dan aku lebih suka menginspirasi daripada menasehati. Karena menasehati mereka yang hidupnya sudah terikat dengan hal semu bagiku adalah buang-buang tenaga. Jadi semoga kisah-kisah pilihan ini menginspirasi kalian agar selalu menjadikan hidup kalian berharga, penuh warna, penuh kebaikan. Karena hidup cuma sekali ini saja. Jadi lukislah pelangi dimana kalian melangkah.
Semoga menginspirasi bagaimana menjadi manusia yang ingat alam yang harus kita jaga dan etika dalam hidup bersama.

Spesial thanks untuk Laskar 38 yang telah menemaniku bertahan di jogja hingga niat pergiku hilang di tahun kedua, kepada keluarga BEM KMFT UGM yang mengajariku etika seorang manusia, Soedirman yang membuatku akhirnya merasakan keberhasilan memandu seperti yang ku lihat dari Mas Adit sang pemandu Laskar 38, dan Djaki si sabar, Amal si cupu, Dimce si cacat, Mas Gilang yang tua, Atul yang payah, Rina si norak yang membuatku selalu senang menjadi manusia koplak.

sekarang ku coba sedikit merangkai huruf di halaman yang baru, dari biangmasalah menjadi cukup bermasalah.
Eh salah, cukuptersenyum yang benar.
--------------------------------------------------------------------------
kamis, 25 september 2014
Setelah kebingungan atas apa yang bisa aku lakukan
Sedikit usaha untuk menggapai mimpi

Entah Kenapa

Seperti malam biasanya, empat digit angka di pojok kanan bawah notebookku sudah menunjukkan bahwa tengah malam pun sudah terlewati. Menunggu terbitnya fajar dengan segudang hal yang bisa dilakukan bersama notebook. Menunggu waktu untuk sel-sel tubuh ini merasa perlu beregenerasi dan membuatku merasakan yang namanya ngantuk. Namun tidak seperti biasanya dimana dengan hampanya ruang berfikir maka tangan ini memainkan iramanya, entah bermain Ragnarok 2 bersama teman-teman Nocturno, bermain Dota 2 bersama Chromus, membaca berita-berita yang belum dibaca seharian ini, ataupun sekedar menelusuri sosial network mencari fakta ada apa dengan hari ini. Malam ini ada sesuatu yang mengganjal di akal non-fisikku. Membuat akal fisik memikirkan hal-hal yang menurutku tidak perlu dipikirkan dan cukup percaya dengan diri sendiri dan janjiNya saja.

Meskipun kelihatannya aku biasa saja. Terlihat tidak ada bedanya dengan semester sebelumnya. Percayalah bahwa aku ini butuh bantuan. Perlu sebuah motivasi. Bukan motivasi ISIS (Ingat Skripsi Ingat Sidang) karena memasuki semester SEMBILANku. Melainkan motivasi untuk menjaga agar pilar-pilar karakterku yang selama ini begitu kokok agar tetap kokok. Keraguan mulai banyak menyerang celah-celah yang terbentuk akibat proses berjalannya waktu (lebih tepatnya waktu berjalannya proses). Sekarang sudah september dua ribu EMPAT BELAS dan sebentar lagi sudah LIMA BELAS sementara aku merasa tidak ada impact apapun yang dilahirkan dari keberadaan di sini. Apakah aku benar-benar tidak mampu merubah dunia menjadi tempat tanpa kesemuan? Walau hanya semeter pun?

Beberapa minggu yang lalu mungkin aku sudah tidak seperti ini lagi walau sebelumnya juga seperti ini. Tapi mengingat percakapanku dengan Ipul tentang alasan kenapa aku tidak pernah mau ikut yang namanya PE-KA-EM membuatku kembali teringat hal yang tidak perlu dipikarkan ini. (Ah, salahmu nih Pul -..-”)
Membuatku memikirkan kenapa aku masih saja di posisi ini, masih ada di sekre, masih di Sleman, masih belum bisa memenuhi janjiku sampai saat ini. Bahkan hingga detik ini pikiran ini masih membebaniku. Aku masih belum menjadi orang berhati besar seperti di film 3 Idiot. :’)
Yah tidak perlu dipikirkan memang (meskipun masih terpikirkan). Cukup tetap berusaha memberikan yang terbaik dan percaya dengan janjiNya. Semoga pikiran ini segera hilang.

-------------------------------------------------------------------------------------
Kamar nomor tiga
di tengah bertambahnya kemurungan dunia

Horor! Ini Malam Terhoror, Percayalah!

Seperti malam lainnya yang sudah berlalu. Tablet sudsh menunjukkan pukul 02:45. Saat dimana biasanya aku melakuka  ritual produktif (ngetik, nugas, ngaji).
Ya tapi itu biasanya kalau sepi orang. Kalau rame orang mah isin. Reflek ngerjain rutinitas ngumpet ngumpet. Biar ga dibilang ria (bukan nama orang). Sekarang ini kamar lagi penuh sama 4 orang teman yang sedang datang menginap. Si dimas yang datang-datang tidur, si Ali yang ngikut Zaky. Terus orang ke empat siapa?
Dimas, Ali, Zaky.
1. Dimas, 2. Ali, 3. Zaky.
Loh satu lagi siapa ini?
#mendadakngeri
Ternyata perasaan tidak nyaman mendadak muncul. Aku coba kembali menghitung ulang tamu di kamarku.
Dimas...
Ali...
Zaky...
"Bismillah" ucapku dalam hati sambil terus menghitung
Zaky.
Ah iya benar 4 orang. Zaky kan dihitung dua. Alhamdulillah semua manusia.

*ditampar pembaca

Memang pengalaman yang akan tertulis di tablet ini pengalaman horor. Tapi bukan candaan di atas.

Walau memang betul kalau Zaky dihitung dua.
Malam-malam masih terjaga memang selalu membuat kerongkongan dan tenggorokan ini cepat haus. Mungkin pengaruh udara yang dingin.
Berdiri dari kasur. Ambil gelas di atas lemari. Buka pintu kamar menuju dapur yang letaknya cuma terpisahkan oleh satu kamar disampingku.
Udara di luar kamar begitu sejuk. Kalau dingin mah udah terlalu mainstream dalam kebanyakan cerita horor

Dalam hitungan detik aku sudah di dapur menghampiri dispenser air.
Glup... glup... glup.. bunyi air dan udara berbaur di dalam galon dispenser.
Gluk... gluk... gluk... bunyi air yang mulai masuk ke dalam mulut.
Guk... guk... guk... eh loh anjing tetangga pake ikutan bunyi jg. Sepertinya dia haus juga.

Lucunya...
Tumben akj tidak langsung kembali ke kamar. Masih terdiam di depan dispenser.
Perasaan ganjal membuat otak yang berkarat karena kebanyakan nyebur di air garam ini berfikir.
"..............." memang ga bisa mikir ternyata.
Begitu aku mau berbalik kembali ke kamar. Terlihat proyeksi bayangan hitam bergerak di lantai. Dengan santainya ku tengok ada apa di atas kepalaku. Ternyata banyak serangga bertebangan di seputar lampu.

Monolog di bawah ini berlangsung tanpa terucap. Hanya terucap oleh hati.
"Hoo.. tawon"
"Tawon..."
"......."
"Itu tawon kan?"
"Banyak amat"
"......"

Masih terdiam di posisi yang sama dan ada seekor yang terbang melintasi mataku. Persis di depan mata. Hingga aku bisa mendengar jelas bunyi kepakan sayapnya yang begitu cepat.
Hingga aku melihatnya seolah-olah lebih besar dari biasanya.

"Hahaha.." ucapku dengan muka menyedihkan.

Tanpa punya waktu untuk berfikir lagi tubuhku refleks lari dan masuk ke kamar. Mengunci pintu dua putaran kunci pintu dan menyempatkan  badan di antara Dimas dan Zaky dan Zaky.
Berharap hal yang menakutkan daripada hantu barusan segera hilang.


------------------------------------------------------------
Ditulis menggunakan tab di antara dua gumpalan lemak
saking takutnya dan masih shock atas apa yang dilihat

Endonesah jangan ngaku Indonesia! Metu wes!

"Dasar Endonesah!"
Sebuah kalimat yang muncul di homepage 'Wajah Buku'ku akhir-akhir ini.
Ya tidak masalah bagiku selama tidak keluar kalimat "Dasar Indonesia!"... menyinggungku juga kalau begitu.
Endonesah? hmm, cukup bagus buat manusia yang sok-sokan nasionalis di negeri ini. Setidaknya bisa untuk mengesampingkan mereka dari kata Indonesia.

Indonesia. Sebuah nama yang diperjuangkan oleh pendahulu kita.
Sebuah nama yang diperjuangkan oleh seorang engineer dulu. Engineer dengan mental Indonesia di dalam dadanya. Tidak seperti engineer sekarang, dimana Indonesia hanya sebatas kata untuk mengangkat martabat mereka. Aku berani bertaruh kalau aku kumpulkan 10 calon engineer di kampusku sendiri dan ku berikan pertanyaan tentang sejarah bahasa Indonesia maka tidak sampai setengah dari mereka yang tahu dan aku yakin tidak dari setengah yang tidak tahu itu malu karena tidak mengetahuinya. Bahkan mungkin beberapa akan berkata "ah bukan urusan kita", "itu mah pelajaran anak sastra", "wajar lah", dan semacamnya.

Sebuah nama yang diperjuangkan oleh pendahulu kita untuk memperjuangkan hak-hak kita. Hak untuk merdeka. Hak untuk hidup bahagia. Perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran.
Sekarang?
Masih sama kok. Masih sama-sama berjuang.
Tapi...
Mulai banyak yang salah memperjuangkan hal. Aku tidak yakin lagi kalau yang diperjuangkan adalah kebenaran.
Lantas?
Hmm.. mungkin yang diperjuangkan adalah ego kita.

Beberapa hari terakhir ini ada berita tentang seseorang pengendara motor yang melawan arus lalu lintas di sebuah jalan. Sialnya orang nakal itu tertabrak oleh mobil yang mengikuti arus lalu lintas. Dan tebak siapa yang salah disini? Jelas si pengendara motor. Tapi sayangnya justru si pengendara mobil ikutas sial. Warga sekitar langsung melakukan kegiatan amuk masa mereka terhadap pengendara mobil. Endonesah!

Tidak cuma itu, dulu juga pernah ada berita tentang polisi yang dicaci-maki oleh gerombolan motor yang melawan arah hanya karena alasan "buru-buru, nanti telat kerja". Alasan tersebut bahkan memenangkan mereka daripada kemacetan yang mereka buat. Endonesah!

Bahkan lucunya sekarang Indonesia masuk sebuah web yang isinya banyak gambar karena hal internet lelet, pak menteri memblokir halaman-halaman yang mengandung konten dewasa (baca : porno), dan sebuah postingan di sebuah situ yang jelas-jelas disclaimernya adalah hanya candaan dan tidak benar.
Endonesah!

Bahkan pernah suatu hari teman membuat status di Buku Wajah "Indonesia masuk salah satu negara dengan internet terlambat di dunia.". Lantas berikut komentar dibawahnya :
Me : "Emg kalau cepet mau dipake buat apa?"
X : "Buat download lah, biar ga lemot"
Me : "Mayoritas dipake buat download apa? Download software bajakan? Film Bajakan? Download gambar tapi ga disave (buka halaman dengan gambar banyak) buat hiburan? :-)"
Dan komentar terakhir saya itu tidak mendapatkan balasan :-v
Saya menggunakan koneksi modem saja masih lancar kok untuk bermain game internasional. Koneksi umum? lancar kok buat upload tugas.... selama tidak ada para endonesah yang mengambil bandwith dengan menggunakan IDM (udah ngebajak, bikin susah orang pula!)

Pliss deh. Ini negara Indonesia. Negara kami.
Buat kalian para endonesah mending bikin negara sendiri aja kalau masih seperti ini.
Bikin negara baru dengan nama Endonesah dimana isinya yang salah yang berkuasa, internet tanpa konten dewasa maka diblokir, dan apapun yang kalian inginkan lah.

--------------------------------------------------------------
Ditulis di Kamar Kos Nomor 3
Sesaat setelah muak dengan komentar-komentar tanpa ngaca

Pembodohan Penyempitan Berfikir

"Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran yang memiliki dimensi-dimensi sesuai tahapan pembelajarannya, dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak mampu menjadi mampu yang disapat dari kontak pengindraan ataupun pengalaman."

Ya setidaknya itu lah definisi pengetahuan yang kupahami dengan menggunakan kacamata "Revisi Taksonomi Bloom" dan juga "Pengalaman".
Secara filsafat dan sosiologi, syarat agar pengetahuan dapat berkembang tanpa terbelengu dengan sempitnya pandangan pemikiran kita maka jangan terikat dengan penemu teorinya, melainkan lupakan dan compare dengan yang lain dan bebaskan pemikiran yang ada.

Begitu pula dengan bahasa indonesia. Coba pikirkan, lapar dan kenyang adalah berlainan kata. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bahwa arti kata dari lapar adalah ingin makan, sedangkan kenyang adalah kenyang. Seandainya kita berfikir bahwa menurut arti kata diatas, lapar dan kenyang itu relatif, masih sesuatu yang abstrak.
Sedangkan menurut ilmu pengetahuan, definisi dari lapar adalah saat kadar gula dalam tubuh menurun. Sedang definisi lapar atau ‘hunger’ menurut Carol Ann Rinzler dalam bukunya Nutrition For Dummies adalah kondisi saat kita MEMBUTUHKAN makanan. Rasa lapar terjadi dari serangkaian mekanismu tubuh, saat tubuh kita kekurangan energi. Jelas-jelas membutuhkan dan ingin ada sesuatu yang berbeda. Lantas kenapa di kamus berbeda?
Hal ini terjadi lantaran untuk mempermudah pemahaman anak kecil. Namun tanpa kita sadari bahwa hal tersebut justu membuat pikiran kita sempit.

Anarkis!
Apa yang ada dipikiran kita saat mendengar kata tersebut? Mayoritas memahami bahwa anarkis adalah berbau kerusuhan. Apalagi untuk para pejuang yang turun ke jalan (Read: Demo).
*alasan kenapa menggunakan kata demo adalah sebab saya percaya bahwa mereka yg menyebut aksi lebih mengerti ttg definisi anarkis*
Sebenernya definisi dari anarkis adalah sikap menolak pemerintahan/kekuasaan, namun berbeda dengan kerusuhan dan kerusakan. Anarkis adalah paham yang menjunjungg tinggi kebebasan.
Tapi apa yang mayoritas bangsa ini pahami?
Penyempitan pemikiran yang sudah ditanamkan kepada kita sejak kecil menyebabkan kita tidak bebas untuk berfikir tentang esensi hidup ini secara luas. Terbelenggu oleh rantai-rantai pembelajaran praktis.

Hidup ini tidak bisa hanya sekedar kita menerima sesuatu yang sudah dianggap benar. Pernahkah kita berfikir bahwa kenapa A disebut A? Pernahkah kita mempertanyakannya? Atau kita sudah menganggapnya benar karena takut ditertawakan ketika bertanya?