How Poor

Di suatu sore yang indah, seorang lelaki yang sedang dalam perjalanan menuju villa di Puncak bersama teman-temannya bercanda dan tertawa bersama hingga akhirnya seorang temannya berkata "enak ye jadi elu, tajir. Setidaknya apa yang elu mau bisa elu dapet meski berusaha. Lah gue, usaha pun belum tentu dapet". Dan lelaki tersebut hanya tersenyum sambil berkata "nggak juga kok, I'm just a poor person".
"Apaan, kalau elu miskin terus yang di luar sana apa tuh?" balas temannya sambil menunjuk pada pemandangan di luar dimana terdapat sebuah petani yang sibuk menggarap lahan bersama keluarganya di sawah milikknya yang tidak jauh dari pinggir sungai.
"Kasihan ya" ucap temannya kembali.

Sejenak lelaki yang dari tadi tersenyum tersebut menjadi sedikit murung.
"Elu punya pembantu yang elu gaji, mereka punya alam dan keluarga yang sukarela membantu kegiatan sehari-hari. Di villa gue punya kolam renang, mereka punya sungai. Di villa kita punya penerangan dan api unggu, mereka punya bintang-bintang yang selalu menerangi senyum. Kita masih harus beli makanan, mereka yang membuatkan kita makanan. Kita punya teknologi, mereka punya alam. Kita punya kamus dan buku-buku lengkap, mereka punya al-quran. Kalau mereka muslim."
Mendengar lelaki tersebut berkata demikian maka teman-temannya yang lain pun terdiam.
"Memang ya kita itu kasihan sekali, ga punya apa-apa" ucapnya sambil kembali tersenyum pada teman-temannya.

"Bukanlah uang yang membuat kita kaya, melainkan hati yang besarlah yang membuat kita menjadi kaya kehidupan."

---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di tengah gelapnya malam yang menyelimuti pejuang-pejuang tidur mengisi energi
(Sekretariat BEM KMFT UGM)