Entah Kenapa

Seperti malam biasanya, empat digit angka di pojok kanan bawah notebookku sudah menunjukkan bahwa tengah malam pun sudah terlewati. Menunggu terbitnya fajar dengan segudang hal yang bisa dilakukan bersama notebook. Menunggu waktu untuk sel-sel tubuh ini merasa perlu beregenerasi dan membuatku merasakan yang namanya ngantuk. Namun tidak seperti biasanya dimana dengan hampanya ruang berfikir maka tangan ini memainkan iramanya, entah bermain Ragnarok 2 bersama teman-teman Nocturno, bermain Dota 2 bersama Chromus, membaca berita-berita yang belum dibaca seharian ini, ataupun sekedar menelusuri sosial network mencari fakta ada apa dengan hari ini. Malam ini ada sesuatu yang mengganjal di akal non-fisikku. Membuat akal fisik memikirkan hal-hal yang menurutku tidak perlu dipikirkan dan cukup percaya dengan diri sendiri dan janjiNya saja.

Meskipun kelihatannya aku biasa saja. Terlihat tidak ada bedanya dengan semester sebelumnya. Percayalah bahwa aku ini butuh bantuan. Perlu sebuah motivasi. Bukan motivasi ISIS (Ingat Skripsi Ingat Sidang) karena memasuki semester SEMBILANku. Melainkan motivasi untuk menjaga agar pilar-pilar karakterku yang selama ini begitu kokok agar tetap kokok. Keraguan mulai banyak menyerang celah-celah yang terbentuk akibat proses berjalannya waktu (lebih tepatnya waktu berjalannya proses). Sekarang sudah september dua ribu EMPAT BELAS dan sebentar lagi sudah LIMA BELAS sementara aku merasa tidak ada impact apapun yang dilahirkan dari keberadaan di sini. Apakah aku benar-benar tidak mampu merubah dunia menjadi tempat tanpa kesemuan? Walau hanya semeter pun?

Beberapa minggu yang lalu mungkin aku sudah tidak seperti ini lagi walau sebelumnya juga seperti ini. Tapi mengingat percakapanku dengan Ipul tentang alasan kenapa aku tidak pernah mau ikut yang namanya PE-KA-EM membuatku kembali teringat hal yang tidak perlu dipikarkan ini. (Ah, salahmu nih Pul -..-”)
Membuatku memikirkan kenapa aku masih saja di posisi ini, masih ada di sekre, masih di Sleman, masih belum bisa memenuhi janjiku sampai saat ini. Bahkan hingga detik ini pikiran ini masih membebaniku. Aku masih belum menjadi orang berhati besar seperti di film 3 Idiot. :’)
Yah tidak perlu dipikirkan memang (meskipun masih terpikirkan). Cukup tetap berusaha memberikan yang terbaik dan percaya dengan janjiNya. Semoga pikiran ini segera hilang.

-------------------------------------------------------------------------------------
Kamar nomor tiga
di tengah bertambahnya kemurungan dunia

0 komentar:

Posting Komentar