Pembodohan Penyempitan Berfikir

"Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran yang memiliki dimensi-dimensi sesuai tahapan pembelajarannya, dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, tidak mampu menjadi mampu yang disapat dari kontak pengindraan ataupun pengalaman."

Ya setidaknya itu lah definisi pengetahuan yang kupahami dengan menggunakan kacamata "Revisi Taksonomi Bloom" dan juga "Pengalaman".
Secara filsafat dan sosiologi, syarat agar pengetahuan dapat berkembang tanpa terbelengu dengan sempitnya pandangan pemikiran kita maka jangan terikat dengan penemu teorinya, melainkan lupakan dan compare dengan yang lain dan bebaskan pemikiran yang ada.

Begitu pula dengan bahasa indonesia. Coba pikirkan, lapar dan kenyang adalah berlainan kata. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bahwa arti kata dari lapar adalah ingin makan, sedangkan kenyang adalah kenyang. Seandainya kita berfikir bahwa menurut arti kata diatas, lapar dan kenyang itu relatif, masih sesuatu yang abstrak.
Sedangkan menurut ilmu pengetahuan, definisi dari lapar adalah saat kadar gula dalam tubuh menurun. Sedang definisi lapar atau ‘hunger’ menurut Carol Ann Rinzler dalam bukunya Nutrition For Dummies adalah kondisi saat kita MEMBUTUHKAN makanan. Rasa lapar terjadi dari serangkaian mekanismu tubuh, saat tubuh kita kekurangan energi. Jelas-jelas membutuhkan dan ingin ada sesuatu yang berbeda. Lantas kenapa di kamus berbeda?
Hal ini terjadi lantaran untuk mempermudah pemahaman anak kecil. Namun tanpa kita sadari bahwa hal tersebut justu membuat pikiran kita sempit.

Anarkis!
Apa yang ada dipikiran kita saat mendengar kata tersebut? Mayoritas memahami bahwa anarkis adalah berbau kerusuhan. Apalagi untuk para pejuang yang turun ke jalan (Read: Demo).
*alasan kenapa menggunakan kata demo adalah sebab saya percaya bahwa mereka yg menyebut aksi lebih mengerti ttg definisi anarkis*
Sebenernya definisi dari anarkis adalah sikap menolak pemerintahan/kekuasaan, namun berbeda dengan kerusuhan dan kerusakan. Anarkis adalah paham yang menjunjungg tinggi kebebasan.
Tapi apa yang mayoritas bangsa ini pahami?
Penyempitan pemikiran yang sudah ditanamkan kepada kita sejak kecil menyebabkan kita tidak bebas untuk berfikir tentang esensi hidup ini secara luas. Terbelenggu oleh rantai-rantai pembelajaran praktis.

Hidup ini tidak bisa hanya sekedar kita menerima sesuatu yang sudah dianggap benar. Pernahkah kita berfikir bahwa kenapa A disebut A? Pernahkah kita mempertanyakannya? Atau kita sudah menganggapnya benar karena takut ditertawakan ketika bertanya?

0 komentar:

Posting Komentar